Rabu, 29 Desember 2010

Korupsi di Indonesia dan NRW


Berbicara tentang korupsi tidak bisa kita lepaskan dengan kondisi negara kita saat ini.  Transparency International Indonesia (TII) mencatat indeks persepsi korupsi di Indonesia pada tahun 2010 tidak mengalami perubahan dan stagnan dibanding sebelumnya, yakni mencapai 2,8 dengan skala 0 (terendah) sampai 10 (tertinggi).

Indeks pemberantasan korupsi di Indonesia menduduki posisi 110 dari 178 jumlah negara yang disurvei oleh lembaga terkait dan pada posisi keempat dari 10 negara Asia Tenggara yang disurvei berdasarkan indeks persepsi korupsi. Seperti Singapura meraih poin 9,3, Brunei Darussalam (5,5), Malaysia (4,4) dan Thailand (3,5).

Sungai Ayung di Ubud  Bali
Kondisi ini tentunya sangat menyedihkan, memalukan dan menjatuhkan harga diri bangsa. Tindakan korupsi di Indonesia sepertinya sudah menjadi budaya. Hal ini menyentuh hampir disegala bidang. Jika kita mengikuti perkembangan berita di media baik eletronik maupun media cetak akhir-akhir ini hampir setiap hari ada peristiwa hukum yang terkait dengan korupsi diberitakan dan yang paling banyak menyedot perhatian adalah berita tentang para penegak hukum yang melakukan pelanggaran hukum. Padahal para penegak hukum itulah yang diharapkan untuk membersihkan perilaku koruptif tersebut. Faktanya di tempat merekalah yang paling subur tingkat korupsinya. Para penjarah negara itu bahkan berkolusi membentuk kelompok untuk saling mendukung satu sama lain bahkan saling melindungi dalam melakukan tindakan korupsi, penyuapan, mark up data, gratifikasi dan lain-lain.

Indonesia adalah negara besar dan sangat kaya raya sumber daya alamnya tetapi dirusak oleh segelintir orang yang memanfaatkan kedudukan dan kewenangannya demi kepentingan pribadi. Negara kita saat ini sudah merdeka dari penjajahan fisik dari negara asing 65 tahun yang lalu tetapi saat ini terasa seperti masih terjajah, bedanya dulu dilakukan oleh negara asing tetapi sekarang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab berasal dari bangsa kita sendiri. Ada lagi kepentingan negara asing yang bermain memanfaatkan orang-orang Indonesia yang hanya berpikir pragmatis. Hal ini mengakibatkan ketidak percayaan antara satu dengan yang lain. Para oknum tersebut saling memegang “kartu truf” yang akan dikeluarkan jika ada yang mencoba mengusiknya.

Sekarang apa hubungan antara tingkat korupsi yang terjadi dinegara kita dengan lingkungan terdekat kita ? Dari seluruh pengelola air minum di seluruh Indonesia yang berjumlah hampir 400 perusahaan, sebagian besar  mengalami masalah yang sama yaitu angka Non Revenue Water (NRW) yang masih tinggi. Rata-rata angka NRW perusahaan air minum di Indonesia masih di atas 35%, masih jauh di angka ideal yaitu antara 20% s/d 25%.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa yang menyebabkan terjadinya NRW antara lain :
  • Meter air tidak akurat
  • Tidak ada meter induk.
  • Kebocoran jaringan pipa.
  • Kontraktor tidak memenuhi spesifikasi teknis
  • Kesalahan baca meter.
  • Pencurian air.
  • Manipulasi data billing.
  • dll.
NRW yang tinggi akan mengakibatkan kehilangan pendapatan atau pendapatan menurun sehingga kinerja keuangan menjadi rendah. NRW juga menyebabkan pressure air menjadi lemah sehingga kinerja teknis menjadi rendah. Itulah yang menyebabkan PAM menjadi perusahaan yang sakit.
Selain itu NRW juga mengakibatkan penambahan pelanggan menjadi terhambat sehingga luasan area yang teraliri menjadi terbatas.

Dari beberapa penyebab NRW tersebut, kebocoran teknis lebih mudah dipantau, karena akan meluber dan terlihat oleh mata telanjang kecuali kebocoran pada pipa yang ditanam di dekat saluran air. Dari sini kita bisa melihat bahwa kebocoran non teknis lebih dominan dan hal ini disebabkan oleh kesalahan manusia baik disengaja atau tidak. Kebocoran oleh manusia yang disengaja berarti adalah pencurian yang berarti tindakan criminal yang bisa dikenakan hukuman berdasarkan undang-undang. Kebocoran yang disengaja oleh manusia besar atau kecil sama dengan  tindakan korupsi. 

Tindakan seperti di atas bisa dilakukan oleh oknum pelanggan secara mandiri atau bekerja sama dengan oknum mantan karyawan PAM yang mengetahui tentang teknis pencurian air tetapi juga tidak menutup kemungkinan bekerja sama dengan oknum kontraktor atau petugas PAM aktif. Biasanya para oknum ini membentuk satu jaringan sehingga sulit untuk dilacak karena mereka akan saling melindungi dan menutup informasi yang muncul.

Sawah di Ubud Bali
Semua bagian bisa melakukan tindakan koruptif tersebut, dari mulai bagian sambung baru sampai dengan operator produksi, dari petugas administrasi sampai dengan petugas lapangan. Oknum petugas bagian penerima keluhan bisa menawarkan kepada pelanggan untuk mengurangi tagihan di luar ketentuan PAM. Hal ini kemudian di teruskan kepada oknum petugas lapangan untuk melakukan tampering pada meter. Kemudian oknum petugas billing menyelesaikan keluhan tersebut setelah meter dilakukan reseting. Bisa jadi oknum pembaca meter yang setiap bulan rutin bertemu dengan pelanggan menawarkan tindakan untuk mengurangi tagihan dengan cara tampering meter dan bisa dilakukan sendiri atau dibantu oleh oknum lainnya. Semua ini dilakukan tentu dengan berbagai imbalan yang dibagi sesuai dengan peran dari anggota komplotan tersebut. Semakin besar tagihan dan banyaknya yang berhasil diturunkan maka semakin besar pula imbalan yang mereka terima.

Komplotan ini juga melakukan berbagai bentuk percobaan tampering setiap ada teknologi baru yang diterapkan . Sewaktu penulis masih dibagian metering, hal pertama setelah mengetahui kelebihan dari suatu sistem atau alat baru baik software maupun hardware maka penulis berusaha untuk mencari kelemahan alat tersebut dan bagaimana melakukan tampering sehalus mungkin sehingga sulit terdeteksi. Hal tersebut tidak mungkin diberitahu oleh supplier sehingga kita sebagai petugas harus mencari sendiri. Hal ini penting dilakukan untuk mengantisipasi apabila ada tindakan di lapangan sehingga kita sudah mengetahui dan mendeteksi lebih dahulu. Ada istilah kalau “polisi mau menangkap maling maka polisi harus berpikir cara maling” tetapi biasanya penjahat selalu lebih cepat dari pada petugas.

Sering kita melihat atau membaca di berbagai media tentang tindakan koruptif yang dilakukan oleh oknum, ketahuan dan akhirnya tertangkap kemudian diproses secara hukum. Penulis pernah melihat bagaimana seorang billing manager suatu perusahaan PAM di tanah air melakukan tindakan kolusi dengan pelanggan dan melakukan manipulasi data billing atau tagihan bekerja sama dengan oknum mantan karyawan dan payment point, hingga akhirnya ketahuan kemudian tertangkap oleh aparat dan hartanya disita. Penulis juga pernah mendengar secara langsung dari salah seorang direksi PAM di tanah air dimana setelah perusahaannya di audit oleh petugas dari BPKP maka separuh lebih dari karyawannya terlibat dan tercatat lengkap dengan nama-nama karyawan melakukan tindakan-tindakan pencurian air dengan berbagai cara. Penulis juga pernah mengalami sendiri menangkap basah seorang oknum karyawan sedang bernegosiasi dengan pelanggan untuk menurunkan besarnya tagihan. Melihat ini penulis sangat miris benarkah ini kondisi ini merupakan potret dari kondisi nasional negara Indonesia.

Berbagai macam cara mestinya telah dilakukan oleh institusi PAM, misalnya :
  1. Perekrutan pegawai yang didasarkan atas standar kompetensi tertentu dan back ground atau track record seseorang (kalau ada) dan tidak berdasar hanya atas kedekatan dengan seseorang pejabat.
  2. Standard Operating Procedure (SOP), tupoksi, juknis, juklak atau apapun namanya untuk menjaga terjadinya tindakan-tindakan yang tidak terkontrol.
  3. Perbanyak peralatan atau software yang meminimalisir keterlibatan manusia dalam sistem tersebut.
  4. Melakukan audit investigasi di segala bidang secara terus menerus berdasar pada peraturan dan standard procedure yang ada.
  5. Lakukan mutasi secara periodic dan konsisten tentunya dengan memperhatikan kompetensi orang per orang, karena salah menempatkan orang juga akan berakibat fatal. Hal ini sangat penting dilakukan untuk menghindari kejenuhan juga untuk menghindari adanya monopoli informasi atau wewenang pada bagian tertentu secara dalam jangka waktu lama.
  6. Lakukan reward dan punishment yang jelas, adil, konsekwen, konsisten, transparant dan tegas pada siapapun yang melakukan pelanggaran atau yang berprestasi.
  7. Cegah tindakan diskriminatif atau pembedaan pada orang-orang tertentu hanya karena jabatan dan factor kedekatan.

sebagaimana keyakinan penulis tentang masih banyaknya orang Indonesia yang peduli dan ingin memperbaiki kondisi bangsanya maka penulis juga sangat berkeyakinan bahwa masih banyak petugas-petugas PAM atau insan air minum yang mempunyai nurani bersih, professional dan mempunyai tekad untuk membersihkan oknum-oknum nakal yang merugikan perusahaan. Penulis masih berkeyakinan bahwa kita sebenarnya tidak kalah dari segi kemampuan dan kompetensi dengan orang-orang asing. Kebanyakan dari kita begitu lemah apabila mendapat tawaran-tawaran yang menggoda iman kita, silau dengan kedudukan dan harta, tidak tegas menolak "tawaran-tawaran" tersebut karena berbagai sebab sungkan, tidak enak atau factor eknomi yang mendesak, kesejahteraan yang minim atau apapun sementara orang-orang asing itu dengan professional mereka menolak tawaran tersebut. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton dan membuat para orang asing itu menjadi kaya di negeri kita. Perekonomian sekarang sudah cenderung bebas, modal asing masuk dengan deras tentunya dengan orang-orangnya. Kita tidak anti asing, kita ambil ilmu dan teknologi mereka tapi jangan biarkan mereka meraja lela tanpa kita mampu berbuat apapun. Teruslah tingkatkan kompetensi dan tidak berpuas diri dengan apa yang didapat.

Kita harus mempersiapkan diri kita untuk mengambil posisi-posisi penting kalau perlu kita lakukan ekspansi ke luar negeri di bidang industry air minum, jangan hanya mau jadi jago kandang. Kita harus menjaga diri kita dari perbuatan yang tidak tercela sehingga kita terjebak akan pengalaman masa lalu.  Pimpinan PAM harus mempunyai visi dan misi yang jelas, simpel, mudah tapi juga realistis dalam pelaksanaan.  Aneh rasanya kalau pimpinan PAM mempunyai stigma masa lalu yang tidak baik, akan menurunkan wibawa dimata para stafnya dan sehingga sulit untuk melaksanakan program-programnya.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah betapa pentingnya factor Sumber Daya Manusia dalam industry air minum. Tidak sedikit perusahaan air minum yang menginvetasikan dananya untuk peningkatan kualitas dari SDM-nya baik teknis maupunnon teknis. Banyak sudah perusahaan air minum yang melakukan pelatihan ESQ dalam menggembleng karyawannya. Semestinya ini dilakukan secara terus menerus dan konsisten sehingga bisa diterapkan pada pekerjaan. Kalau kita mengibaratkan dengan PC maka perusahaan adalah hardware sementara SDM adalah software. Sebagus apapun hardware nya dengan teknologi mutakhir sekalipun tetapi kalau software nya banyak yang kena virus maka PC akan lumpuh. Begitu juga dengan perusahaan sebagus dan sebesar apapun kalau SDM-nya banyak kena virus dijamin perusahaan akan stuck dan akhirnya mati. Sebagai bangsa yang besar kita harus optimis bahwa kita masih bisa keluar dari situasi ini, mulai dari diri kita, keluarga, lingkungan terdekat hingga tempat kita bekerja. Jangan sampai terpengaruh oleh hal-hal yang tidak benar, kalau bisa mewarnai dan jangan terwarnai.


Sekian dan terima kasih.







2 komentar:

  1. SDM dan kepedulian juga kurang Bung yon.. Program Penurunan NRW harus dilandasi dengan ikatan yang kuat serta rasa tanggung jawab seluruh element Perusahaan.. Dibeberapa daerah, angka NRW asal aja dilontarkan sekian persen ,misalkan, padahal dari sumber pun mereka tidak menggunakan water meter induk, jadi dr mana ada angka NRW??? (bagian dari korupsi).. Selama ini NRW hanya di bebankan kepada bagian tertentu, padahal sebenarnya seluruh element perusahaan juga harus ikut berkecimpung.. Tulisan anda sangat bermanfaat..
    Salam.. Selamatkan air untuk generasi mendatang..

    BalasHapus
  2. @pak anggi... saya setuju dengan pendapat anda... benar bahwa penurunan NRW harus mendapat dukungan penuh dari seluruh stake holder PAM... untuk beberapa daerah yang belum memasang meter induk memang benar jadi sulit menghitung secara fair daerah mana yang mengalami kebocoran paling banyak sehingga penanggulangannya menjadi sulit dan karena tidak terlokalisir.. mungkin masalah pendanaan karena untuk memasang meter induk tidak murah.. biasanya apabila tidak ada meter induk mereka membandingkan antara yang tercatat pada meter produksi dengan meter pelanggan secara keseluruhan... shg didapat NRW, tapi kalau meter produksi juga nggak ada... apalagi raw water meter juga nggak ada maka... nggak bisa ngomong lagi dah.... ha....ha... ma kasih ya komentarnya... saya menyukainya dan jangan bosan untuk berkunjung...

    BalasHapus